Penelitian psikologi internet
a.publikasi
online
Merupakan hal yang krusial untuk
mengikutsertakan program promosi online ( salah satunya : website ) di dalam
keseluruhan program marketing dan promosi perusahaan serta memberikan
total support seperti mencantumkan alamat web. Setiap web dianjurkan selalu
menganalisa setiap perkembangan /grafik statistik yang terjadi di dalam
websitenya, Dianjurkan juga agar alamat web perusahaan Anda dipromosikan
melalui search engine ( misalnya Yahoo!, Google, Bing,
Altavista, AOL ) sehingga eksistensi serta informasi mengenai perusahaan Anda
dapat segera diakses oleh calon konsumen
Sumber :
http://nugra.net/number-two-article/
b.etika dalam penelitian
&bantuan internet
Etika komputer adalah
seperangkat asas atau nilai yang berkenaan dengan penggunaan komputer. Etika komputer berasal dari 2 suku kata yaitu etika (bahasa Yunani: ethos)
adalah adat istiadat atau kebiasaan yang baik dalam individu, kelompok maupun
masyarakat dan komputer (bahasa Inggris: to compute) merupakan alat
yang digunakan untuk menghitung dan mengolah data. Jumlah interaksi manusia
dengan komputer yang terus meningkat dari waktu ke waktu membuat etika komputer
menjadi suatu peraturan dasar yang harus dipahami oleh masyarakat luas.
Prinsip-prinsip Etika
Penelitian Ilmiah
Etika berasal dari bahasan Yunani ethos. Istilah etika
bila ditinjau dari aspek etimologis memiliki makna kebiasaan dan peraturan
perilaku yang berlaku dalam masyarakat. Menurut pandangan Sastrapratedja
(2004), etika dalam konteks filsafat merupakan refleksi filsafati atas
moralitas masyarakat sehingga etika disebut pula sebagai filsafat moral. Etika
membantu manusia untuk melihat secara kritis moralitas yang dihayati
masyarakat, etika juga membantu kita untuk merumuskan pedoman etis yang lebih
adekuat dan norma-norma baru yang dibutuhkan karena adanya perubahan yang
dinamis dalam tata kehidupan masyarakat. Sedangkan etika dalam ranah penelitian
lebih menunjuk pada prinsip-prinsip etis yang diterapkan dalam kegiatan
penelitian.
Peneliti dalam melaksanakan seluruh kegiatan penelitian harus memegang teguh
sikap ilmiah (scientific attitude) serta menggunakan prinsip-prinsip etika
penelitian. Meskipun intervensi yang dilakukan dalam penelitian tidak memiliki
risiko yang dapat merugikan atau membahayakan subyek penelitian, namun peneliti
perlu mempertimbangkan aspek sosioetika dan menjunjung tinggi harkat dan
martabat kemanusiaan (Jacob, 2004).
Etika penelitian memiliki berbagai macam prinsip, namun terdapat empat prinsip
utama yang perlu dipahami oleh pembaca, yaitu: menghormati harkat dan martabat
manusia (respect for human dignity), menghormati privasi dan kerahasiaan subyek
penelitian (respect for privacy and confidentiality), keadilan dan inklusivitas
(respect for justice and inclusiveness), dan memperhitungkan manfaat dan
kerugian yang ditimbulkan (balancing harms and benefits) (Milton, 1999; Loiselle,
Profetto-McGrath, Polit & Beck, 2004). Prinsip pertama, peneliti perlu
mempertimbangkan hak-hak subyek untuk mendapatkan informasi yang terbuka
berkaitan dengan jalannya penelitian serta memiliki kebebasan menentukan
pilihan dan bebas dari paksaan untuk berpartisipasi dalam kegiatan penelitian
(autonomy). Beberapa tindakan yang terkait dengan prinsip menghormati harkat
dan martabat manusia, adalah: peneliti mempersiapkan formulir persetujuan
subyek (informed consent) yang terdiri dari: (1) penjelasan manfaat penelitian;
(2) penjelasan kemungkinan risiko dan ketidaknyamanan yang dapat ditimbulkan;
(3) penjelasan manfaat yang akan didapatkan; (4) persetujuan peneliti dapat
menjawab setiap pertanyaan yang diajukan subyek berkaitan dengan prosedur
penelitian; (5) persetujuan subyek dapat mengundurkan diri kapan saja; dan (6)
jaminan anonimitas dan kerahasiaan. Namun kadangkala, formulir persetujuan
subyek tidak cukup memberikan proteksi bagi subyek itu sendiri terutama untuk
penelitian-penelitian klinik karena terdapat perbedaan pengetahuan dan otoritas
antara peneliti dengan subyek (Sumathipala & Siribaddana, 2004). Kelemahan
tersebut dapat diantisipasi dengan adanya prosedur penelitian (Syse,
2000).Prinsip kedua, setiap manusia memiliki hak-hak dasar individu termasuk
privasi dan kebebasan individu. Pada dasarnya penelitian akan memberikan akibat
terbukanya informasi individu termasuk informasi yang bersifat pribadi.
Sedangkan, tidak semua orang menginginkan informasinya diketahui oleh orang
lain, sehingga peneliti perlu memperhatikan hak-hak dasar individu tersebut.
Dalam aplikasinya, peneliti tidak boleh menampilkan informasi mengenai
identitas baik nama maupun alamat asal subyek dalam kuesioner dan alat ukur
apapun untuk menjaga anonimitas dan kerahasiaan identitas subyek. Peneliti
dapat menggunakan koding (inisial atau identification number) sebagai pengganti
identitas responden.Prinsip ketiga, prinsip keadilan memiliki konotasi
keterbukaan dan adil. Untuk memenuhi prinsip keterbukaan, penelitian dilakukan secara
jujur, hati-hati, profesional, berperikemanusiaan, dan memperhatikan
faktor-faktor ketepatan, keseksamaan, kecermatan, intimitas, psikologis serta
perasaan religius subyek penelitian. Lingkungan penelitian dikondisikan agar
memenuhi prinsip keterbukaan yaitu kejelasan prosedur penelitian. Keadilan
memiliki bermacam-macam teori, namun yang terpenting adalah bagaimanakah
keuntungan dan beban harus didistribusikan di antara anggota kelompok
masyarakat. Prinsip keadilan menekankan sejauh mana kebijakan penelitian
membagikan keuntungan dan beban secara merata atau menurut kebutuhan,
kemampuan, kontribusi dan pilihan bebas masyarakat. Sebagai contoh dalam
prosedur penelitian, peneliti mempertimbangkan aspek keadilan gender dan hak
subyek untuk mendapatkan perlakuan yang sama baik sebelum, selama, maupun
sesudah berpartisipasi dalam penelitian.Prinsip keempat, peneliti melaksanakan
penelitian sesuai dengan prosedur penelitian guna mendapatkan hasil yang
bermanfaat semaksimal mungkin bagi subyek penelitian dan dapat
dijeneralisasikan di tingkat populasi (beneficence). Peneliti meminimalisasi
dampak yang merugikan bagi subyek (nonmaleficence). Apabila intervensi
penelitian berpotensi mengakibatkan cedera atau stres tambahan maka subyek
dikeluarkan dari kegiatan penelitian untuk mencegah terjadinya cedera,
kesakitan, stres, maupun kematian subyek penelitian.
Referensi:
Jacob, T. 2004. Etika Penelitian Ilmiah. Warta Penelitian Universitas Gadjah
Mada (Edisi Khusus), 60-63. Loiselle, C.G., Profetto-McGrath, J., Polit, D.F.,
& Beck, C.T. 2004. Canadian Essentials of Nursing Research. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins.
Milton, C.L. 1999. Ethical Issues From Nursing Theoretical Perspectives.
Nursing Science Quarterly, 12(1): 20-25.
Sastrapratedja, M. 2004. Landasan Moral Etika Penelitian. Warta Penelitian
Universitas Gadjah Mada (Edisi Khusus), 50-59.
Sumathipala, A. & Siribaddana, S. 2004. Revisiting “Freely Given Informed
Consent” in Relation to the Developing World: Role of an Ombudsman. The
American Journal of Bioethics, 4(3): W1–W7.
Syse, A. 2000. Norway: Valid (as oppose to informed) consent. The Lancet
356:1347–1348.
Rangkuman jurnal
Komputer dan Internet Mengubah Ingatan Manusia
Komputer dan internet mengubah sifat ingatan manusia,
demikian kesimpulan penelitian yang dimuat di majalah Science. Penelitian
psikologi menunjukkan bahwa jika seseorang diajukan pertanyaan-pertanyaan
sulit, mereka akan memikirkan komputer.
Ketika mereka mengetahui bahwa berbagai fakta nantinya
akan didapat lewat komputer maka ingatan mereka menjadi tidak begitu baik
karena mereka mengetahui dapat mengandalkan sumber lain.
Para peneliti mengatakan internet bertindak sebagai
"ingatan transaktif". Penulis laporan Betsy Sparrow dari
Universitas Columbia mengatakan ingatan transaktif "adalah ide adanya
sumber ingatan luar-tempat penyimpanan di pihak lain". "Ada
ahli-ahli hal tertentu dan kita membiarkan mereka bertanggung jawab atas
informasi tersebut," katanya.
Penulis lain laporan Daniel Wegner, yang pertama kali
mengusulkan konsep ingatan transaktif dalam bab sebuah buku berjudul
Ketergantungan Kognitif pada Hubungan Dekat, menemukan pasangan yang sudah lama
hidup bersama saling membantu saat mengingat sesuatu.
"Saya
berpikir internet menjadi sebuah bentuk ingatan transaktif dan saya ingin
mengujinya," kata Dr Sparrow.
Di
mana, bukan apa
Bagian pertama pengkajian adalah menguji apakah
peserta penelitian "langsung" memikirkan komputer dan internet begitu
diajukan pertanyaan sulit. Tim menggunakan tes Stroop yang dimodifikasi.
Tes Stroop standar mengukur berapa lama waktu yang
diperlukan partisipan untuk membaca sebuah kata warna sementara kata tersebut
berbeda warna, misalnya kata "hijau" ditulis dengan warna
biru. Waktu reaksi meningkat ketika, bukannya kata warna, para partisipan
ditanyakan untuk membaca kata-kata tentang topik yang kemungkinan sudah ada
dalam pikiran. Dengan cara ini tim peneliti menunjukkan bahwa, setelah
diberikan topik dengan jawaban ya/tidak, waktu reaksi terhadap istilah yang
terkait dengan internet sangat lebih lama. Ini adalah sebuah isyarat partisipan
tidak mengetahui jawaban, dan mereka sudah mempertimbangkan untuk menjawab
dengan menggunakan komputer.
Dalam percobaan lebih mendalam para peserta penelitian
diberikan serangkaian fakta. Setengahnya diminta menyimpannya pada
sejumlah folder di komputer, setengahnya diberitahu bahwa
fakta-fakta tersebut akan dihapus. Ketika diminta untuk mengingat fakta
tadi, kelompok yang mengetahui informasi tidak akan didapat lagi menunjukkan
kinerja yang sangat lebih baik dibandingkan kelompok yang menyimpan fakta dalam
berkas di komputer.
Tetapi kelompok yang mengharapkan informasi tersebut
akan didapat nantinya, sangat bagus ingatannya dalam mengingat folder tempat
penyimpanan informasi. "Ini mengisyaratkan bahwa dalam kaitan dengan
berbagai hal yang bisa kita dapatkan di internet, kita cenderung menempatkan
ingatan online kita cenderung menyimpannya di luar," kata Dr Sparrow.
Dia mengatakan kecenderungan partisipan untuk
mengingat lokasi informasi, bukannya informasi itu sendiri, merupakan isyarat
orang semakin tidak bisa mengingat sesuatu, mereka hanya mengatur penempatan
informasi dalam jumlah besar agar nantinya mudah didapat.
"Saya tidak menganggap Google membuat kita
bodoh, kita hanya mengubah cara mengingat. Jika kita bisa
mendapatkannya di internet meskipun sedang berjalan-jalan, maka ketrampilan
yang diperlukan, yang perlu diingat adalah ke mana harus mendapatkan informasi.
Sama seperti dalam kaitannya dengan orang, ketrampilan yang diperlukan
adalah mengingat siapa yang perlu ditemui (untuk mengetahui hal
tertentu)," katanya.